Senin, 18 Agustus 2008

Departemen Agama, Peran, Tantangan dan Hambatan Dalam Pembangunan Nasional

Abstract

Programs which is society given in this time represent governmental effort in course of enableness go to civil society, owning ability of purchasing power, developing capacities, amenity acces, which is on finally created as intact as and human being of Indonesia entirely.
With reference to the mentioned role of Religion Departmentt very determining where programs in order to lessening unemployment, stupidity, and poorness is also conducted by the institution, passing enableness of pesantren as well as passing education which direct him.
But that way process integration of role of religion as teaching also interaction have to with reality having the character of is erudite. Because modernity have altered patterned thinking which initially have the character of conventional go to world full of information technology which so easy to each ; every individual to accessing it and mentioned have an effect on in everyday life.
Here role of religion through Religion Department claimed so that can integrate in order not to fetch up all standing only powered physically (infrastructure) but also nation moral and suprastructure.

Keywords : Community Development, Community Empowerment, Educations, Reality and Scientific.


















PENDAHULUAN
Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya untuk mengangkat harkat dan martabat manusia, berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah ataupun oleh masyarakat. Hasilnya harus diakui, bahwa meskipun terdapat hal yang membanggakan namun ada juga yang harus dibenahi.
Pemerintah telah mencanangkan dan melaksanakan aneka ragam program dalam rangka pembangunan masyarakat, yang disalurkan melalui berbagai departemen dan setiap usaha yang dilakukan oleh masing-masing departemen adalah demi meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pada prinsipnya pembangunan nasional dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk menggerakkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah, saling mengisi dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya pembangunan nasional yaitu terwujudnya kesejahteraan yang ditandai oleh meningkatnya realitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar : pangan, sandang, papan, kesejahteraan, pendidikan dan lapangan kerja.
Sebelum melangkah lebih jauh pada bahasan-bahasan yang substansial, dapat kita berikan gambaran umum yang dikemukakan oleh para pakar definisi dari pembangunan itu sendiri.:
v WW. Rostow mengatakan bahwa pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus,yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju (Budiman 1996)
v Serangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara, bangsa menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa (Nation – Building). (Siagian 2003)
v Suatu proses perubahan sosial dengan partisipatori yang luas dalam suatu masyarakat yang dimaksudkan untuk kemajuan sosial dan material (termasuk bertambah besarnya keadilan, kebebasan, dan kualitas lainnya yang dihargai) untuk mayoritas rakyat melalui kontrol yang lebih besar yang mereka peroleh terhadap lingkungan mereka (Rogers 1983)

Pada mulanya istilah pembangunan dipopulerkan oleh para sarjana dan para pembuat kebijakan di Amerika Serikat, kemudian diperkenalkan ke Eropa dan negara-negara berkembang diseluruh dunia. Kemudian istilah tersebut menjadi suatu isu utama diorganisasi-organisasi internasional meskipun masih belum ada suatu rumusan yang dipahami secara universal. Bahkan menurut Mowlana, pembangunan sebagai suatu konsep telah diperkenalkan oleh Ibnu Khaldun (1332-1406), seorang pemikir sosial Islam dalam karyanya Muqaddimah.
Tujuan umum (Goals) pembangunan menurut Sold and Tyson adalah, proyeksi terjauh dari harapan-harapan dan ide-ide manusia, komponen-komponen dari yang terbaik yang mungkin, atau masyarakat ideal terbaik yang dapat dibayangkan.
Tujuan khusus (Objectives) pembangunan adalah, tujuan jangka pendek, biasanya yang dipilih sebagai tingkat pencapaian sasaran dari suatu program tertentu.
Target pembangunan adalah, tujuan-tujuan yang dirumuskan secara konkret, dipertimbangkan secara rasional dan dapat direalisasikan sebatas teknologi dan sumber-sumber yang tersedia, yang ditegakkan sebagai aspirasi antara suatu situasi yang ada dengan tujuan akhir pembangunan. (Zulkarimen 2002)
Masih banyak persepsi kurang tepat dari kita tentang arti pembangunan, itu dilihat hanya sebatas pada pembangunan secara fisik saja (infrastruktur) namun lebih dari itu adalah pembangunan yang bersifat nonfisik antara lain membangun kapasitas (capacity building) melalui kemudahan dalam mengenyam pendidikan tinggi, pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment), dan seterusnya.
Investasi pada konteks tersebut akan dapat menuai sumber daya-sumber daya potensial dimasa depan, sehingga mampu mengahadapi berbagai tantangan yang ada karena didukung oleh intelektualitas, moral, dan profesionalisme.

PERAN DEPARTEMEN AGAMA DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
Kita ketahui banyak departemen-departemen yang melaksanakan pembangunan pada masyarakat secara langsung, melalui program-program pemberdayaan masyarakat yang didanai dari PBB dan dari negara-negara donor antara lain, World Bank, United Nation Development Program (UNDP), Asian Development Bank (ADB), USAID, AUSAID, dan lain-lain. Tidak lain adalah agar tercipta masyarakat yang berdaya, dalam arti mandiri, meningkatkan pendapatan, kemampuan daya beli, penguatan nilai-nilai budaya, mulai dari pembangunan masyarakat (Community Development), kemudian membangun kapasitas (Capacity Building),yang pada akhirnya menjadi masyarakat yang madani dan kuat dalam ekonomi.
Pada era orde baru strategi pembangunan bertumpu pada pertumbuhan yang kemudian adanya srtategi pemerataan, tapi masih terdapat kekurang merataan dalam pembangunannya secara riil, semua terkonsentrasi pada ibu kota dan kota-kota besar lainnya. Namun kita lihat adanya perubahan strategi pada era kini bahwa pembangunan saat ini lebih berpusat pada manusia. Strategi pembangunan yang berpusat pada manusia demikian, mempunyai perbedaan yang fundamental didalam karakteristik dasarnya dibandingkan dengan strategi pertumbuhan atau strategi kebutuhan pokok yang selama ini lebih mendominasi proses pembangunan kita. Seperti tergambar dalam matriks dibawah ini :
KARAKTERISTIK STRATEGI
PERTUMBUHAN BASIC NEED PEOPLE CENTERED
Fokus Industri Pelayanan Manusia
Nilai Berpusat pada industri Berkiblat pada manusia Berpusat pada manusia
Indikator Ekonomi – makro Indikator sosial Hubungan manusia dg sumber
Pemerintah Entrepreneur Service provider Enabler/facilitator
Sumber utama Modal Kemampuan adaptif dan anggaran Kreatifitas dan komitmen
Kendala Konsentrasi dan marginalisasi Keterbatasan anggaran dan inkompetensi aparat Struktur dan prosedur tidak mendukung
Sumber : David Korten dalam Moeljarto
Hal ini sebagai derivasi logis dari pembangunan yang berpusat pada sumber daya manusia, maka pembangunan harus menekankan pada pendekatan “pengelolaan sumber yang bertumpu pada komunitas” (Community – Based Resources Management) agar tercapai sustainable development. (Moeljarto 1987)
Sebagaimana kita ketahui Departemen Agama adalah institusi pemerintah yang mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan keagamaan kepada seluruh umat beragama. Departemen Agama dengan seluruh aparatnya secara vertikal di seluruh wilayah Indonesia mempunyai peran strategis dalam tiga hal, yaitu peningkatan pemahaman dan pengamalan agama, pembinaan kerukunan intern dan antar umat beragama, serta mengawal akhlak dan moral bangsa.
Seperti penulis kutip dari pernyataan menteri agama dalam amanat hari amal bhakti Departemen Agama menyatakan, persoalan utama yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini adalah masalah kebodohan, pengangguran, kemiskinan, dan krisis akhlak yang belakangan ini begitu memprihatinkan. Dalam kaitan ini Departemen Agama telah melakukan berbagai upaya penanggulangan melalui program-program kegiatan yang terencana dan terarah sesuai dengan tanggung jawabnya.
Dalam mengatasi pengangguran, Departemen Agama, baik di madrasah maupun di pondok pesantren. Pendidikan yang diselenggarakan atau dibina oleh Departemen Agama akan terus diupayakan untuk dapat mewujudkan sumber daya insani yang bisa membangun karir secara mandiri dilingkungannya masing-masing. Oleh karena itu, disamping memperoleh pendidikan berbasis ilmu agama, para siswa dan santri juga dibekali dengan pendidikan keterampilan sehingga mereka nantinya diharapkan mempunyai etos kerja, kemandirian dan kesiapan untuk menghadapi tantangan zaman dalam era globalisasi ini.
Selanjutnya dalam upaya menanggulangi kemiskinan, Departemen Agama sejauh ini telah turut berperan dan memberikan kontribusi melalui pemberdayaan lembaga-lembaga sosial keagamaan, seperti pemberdayaan masjid, gereja, pura dan tempat ibadah lainnya sebagai pusat kegiatan sosial kemasyarakatan. Departemen Agama bersama institusi terkait juga mengembangkan kebijakan dibidang pengelolaan zakat, infak, sedekah, wakaf serta dana sosial keagamaan yang lainnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menanggulangi masalah kemiskinan.
Dalam kaitannya untuk menghadapi modernisasi dan globalisasi terdapat beberapa hal, untuk itu bukan saja respon positif terhadap globalisasi, namun harus pula aktif. Sedangkan untuk dapat berperan aktif dalam proses globalisasi dan proses kompetisi, setelah itu hal yang harus dilakukan adalah kajian ulang terhadap pemaknaan ajaran agama yang mencakup kajian manusia sebagai individu. Artinya bagaimana menjadikan Islam sebagai ruh bagi setiap individu pemeluknya untuk mampu bersaing mengahdapai kompetisi global ini. Sebelum bersaing, tertentu harus pula menjadi individu yang mempunyai etos kerja kuat dan berorientasi pada karya dan produktifitas dan kualitas, prestasi, dan pada akhirnya mampu berkompetisi. (Azizy 2004)
Implementasi praktis dalam konteks pembangunan nasional diharapkan seorang agamawan menjadi mobilisator, komunikator serta evaluator terhadap pembangunan yang sedang berjalan. Para agamawan diharapkan dapat menumbuhkan etos kerja masyarakat sehingga masyarakat berpartisipasi aktif dalam mensukseskan pembangunan bangsa, disini peran sebagai mobilisator. Dalam proses komunikator peran agamawan hendaknya dapat mengkomunikasikan konsep pembangunan yang datangnya dari pengambil keputusan dan sekaligus mengkomunikasikan aspirasi masyarakat kepada pengambil keputusan, sehingga pembangunan nasional diharapkan nantinya tidak hanya memihak kepada kelompok kecil saja tetapi masyarakat banyak. Sebagai evaluator harus bias bersikap kritis terhadap jalannya pembangunan sehingga dapat melakukan kontrol secara obyektif agar arah pembangunan benar-benar sesuai dengan cita-cita yang diinginkan, yaitu kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. (Amin 1995)

Tidak ada komentar: